Thursday, 19 February 2015

WARNING!!! Cerita ini berdasarkan kisah nyata. Nama dan tempat tidak ada yang disamarkan.




Oh Ternyata
Hoammm...langit yang cerah untuk mengawali pagi yang indah. Begitulah gumamku saat terbangun dari tidur dan menatap jendela kamar. Sudah pukul 05.20, aku bergegas mandi untuk segera berangkat ke sekolah. Sekolahku adalah sekolah terbaik di kota Bekasi. Masuk pukul 06.45 sudah biasa untukku, bangun pagi dan berangkat lebih cepat dari teman-temanku kebanyakan. Jarak rumahku ke sekolah sekitar 8 km dan dapat ditempuh 20 menit dengan menggunakan sepeda motor. Biasanya aku berangkat pukul 06.20, telat 5 menit saja jalanan sudah macet parah, alhasil aku telat sampai sekolah. O’iya namaku Afifah Argiyantari, panggil saja Argi.
“Ayah aku berangkat ya!” teriakku kepada ayah yang sedang berada di kamar mandi.
“Iya, hati-hati!” jawab ayah singkat.
Sesampainya disekolah...
“Gi lagu buat senam untuk pemanasan udah jadi!” ucap Annad.
“Iya nad? Asik! Ok deh nanti latihankan?” tanyaku.
“Iya, masih banyak yang harus dikerjakan, inti, pendinginan, gerakan, instrumennya,” jawab Annad menjelaskan.
“Iya nad, tapi aku gak bisa sampai sore ya, jam 3 ada les,”  izinku kepada Annad.
“Yaudah gak papa,” jawab Annad.
Kelasku mendapat tugas senam dari Pak Nandang untuk nilai UTS mata pelajaran olahraga. Kelompok senamku beranggotakan aku, Annad, Tika, Tiara, Nikita, Apit, Widi dan Putri.
Jam menunjukan pukul 14.30. Aku bingung, aku harus berlatih senam untuk nilai UTS, tapi aku juga harus mengikuti tes di LIA, kursus bahasa Inggris yang aku ikuti.
“Kalau aku telat datang, nanti aku disuruh pulang, gak bisa ikut tes, terus nanti aku gak naik level!” ucapku dalam hati.
Aku harus membagi waktu di keadaan yang sama pentingnya. Akhirnya jam 14.50 aku izin untuk les dan meninggalkan latihan hari itu. Sepuluh menit lagi jam 3! Jantungku berdetak kencang, pikiranku hanya tertuju pada satu tempat...LIA. Aku bergegas ke parkiran sekolah untuk mengambil motor dan langsung memacu kendaraan dengan kencang. 
“Aduhh gemana ini, udah jam segini, ya Allah semoga gak telat. Aku gak mau ngecewain ibu sama ayah, masa aku gak naik level cuma gara-gara aku telat!” ucapku panik.
Saat sudah tak jauh dari tempat kursus, aku melihat seseorang yang mirip dengan guru matematikaku.
“Itu seperti Pak Khodamad, tapi plat nomornya beda, helmnya juga bukan itu. Daripada salah ya sudahlah gak usah aku sapa,” celoteh ku.
Akhirnya aku mendahului orang itu tanpa mempedulikannya. Aku juga menyalip sebuah truk besar yang berada di depanku. Pikiranku hanya tertuju pada tempat kursusku. Aku terus memacu kecepatan motor. Tiba-tiba orang itu meng-klakson! Lalu orang itu mengejarku, saat aku melihat di kaca spion, orang itu menunjuk tangannya ke arahku sambil berteriak ‘Woi!’.
“Siapa dia?perasaan tadi aku gak nyenggol motor dia. Apa karena tadi aku menyalip truk dengan kecepatan yang tinggi?”
Pikiranku ku kalut, bercampur aduk. Orang itu terus mengikutiku! Aku takut, aku semakin memacu kecepatan kendaraanku.
“Alhamdulillah sampai,” ucapku saat memasuki parkiran motor di LIA.
Saat aku sedang berjalan memasuki LIA, aku melihat orang itu lagi! Ia sedang memperhatikanku dari seberang jalan dan terus melaju sampai tak terlihat olehku. Akupun memasuki kelas dan ternyata kelas masih ramai, guru belum datang dan tes belum dimulai. Sejenak aku menenangkan diriku yang masih panik. Pikiranku kembali tertuju pada orang itu. Aku langsung menceritakan kejadian yang baru aku alami ke semua teman yang berada pada kelas 304.
“Siapa dia?Mau apa ngikutin aku sampai nunjuk-nunjuk dan teriak?” pikirku dalam hati.
Akupun berpikir untuk menanyakan keberadaan guru matematikaku dengan temanku yang masih di sekolah. Saat aku mengecek tas, ternyata aku tidak membawa handphone. Akhirnya aku meminta tolong Avif untuk SMS Arga dan Apit yang masih di sekolah. Avif adalah teman sekelasku di sekolah yang juga teman kelasku di LIA.
“Avif, tolong SMS-in Arga atau Apit dong, tanyain Pak Khodamad masih ada di sekolah apa enggak?” pintaku.
“Oh iya gi, bentar!” jawab Avif.
“Oke, makasih!” balasku dengan senyum.
“Gi, kata Arga dia udah pulang jadi gak tau Pak Khodamad masih disekolah apa enggak,” ucap Avif memberi tahu.
“Oh yaudah deh,” jawabku pasrah sambil terus memikirkan siapa dan mau apa orang itu.
Tiba-tiba seorang guru yang tak ku kenal masuk, dan tes pun dimulai. Konsenterasiku pecah, aku terus memikirkan orang itu. Yang aku takutkan dia adalah guruku, sedangkan aku tidak menyapanya, apalagi tadi aku tidak memakai helm dan memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di rumah aku langsung mengambil handphone dan SMS Apit untuk menanyakan Pak Khodamad di sekolah sampai jam berapa. Lalu Apit membalas SMS dariku dengan jawaban yang membuatku lega. Dia bilang Pak Khodamad masih di sekolah sampai jam 5.
“Alhamdulillah...berarti orang itu bukan Pak Khodamad. Ya walaupun aku tidak tahu orang itu siapa setidaknya dia bukan guruku,” ucapku senang.
Dua hari setelah kejadian itu...
Saat pelajar matematika berlangsung, Pak Khodamad bercerita bahwa kemarin ia melihat anak SMP 5 yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan tidak memakai helm.
“Kemarin ada siswi SMP 5 yang mengendarai motor tanpa aturan, pingin saya bejek-bejek anak itu apalagi saya tahu siapa orangnya. Sudah saya klakson, sudah saya teriaki tapi tetap dihiraukan, ya saya sih sudah maafin anak itu walaupun belum minta maaf, Tuhan saja selalu memaafkan kita!” kata Pak Khodamad.
Blekkkkkkk......jantung rasanya mau copot!! Berarti orang yang kemarin itu benar Pak Khodamad!!!! Perasaanku gak karuan, panik, takut, sedih, cemas. Saat itu aku benar-benar sedang buru-buru sehingga tidak mempeduliakan sekelilingku. Aku benar-benar ingin menceritakan kejadian yang sebenarnya, aku takut Pak Khodamad salah sangka kepadaku.
Setelah pelajaran berakhir...
“Tuh kan benar yang kemarin itu Pak Khodamad!!!” teriak ku kepada Annad, Fadilah dan Tiara.
“Hayolo Giii....” Tiara menakut-nakuti.
“Yaudah minta maaf aja Gi,” saran Fadilah.
“Iya..iya...nanti temenin aku ya,” ajak ku.
Sepulang sekolah akupun memberanikan diri untuk menemui Pak Khodamad.
“Aduh Fadil takut nih...” kataku kepada Fadilah.
“Jangan takut!” Fadilah menenangkan.
“Pak Khodamad dimana ya?kok gak ada sih daritadi?” tanyaku heran.
“Tanya guru piket saja!” usul Fadilah.
“Oh iya bener!”
“Permisi bu..Pak Khodamad dimana ya bu?kok dari tadi gak ada?” tanyaku kepada salah seorang guru di ruang piket.
“Pak Khodamad lagi ke SMPIT Al-Azar HI. Lagi sibuk dan banyak urusan,” jelas guru itu.
“Oh yasudah, terimakasih ya bu!” jawabku dengan senyum. 
Keesokannya harinya saat aku ingin meminta maaf, Pak Khodamad sedang tidak ada di sekolah. Akhirnya aku hanya bisa menyesal atas apa yang sudah terjadi.

Maafkan aku pak, aku tidak akan mengulanginya lagi. J

No comments:

Post a Comment