Oh Ternyata
Hoammm...langit
yang cerah untuk mengawali pagi yang indah. Begitulah gumamku saat terbangun
dari tidur dan menatap jendela kamar. Sudah pukul 05.20, aku bergegas mandi
untuk segera berangkat ke sekolah. Sekolahku adalah sekolah terbaik di kota
Bekasi. Masuk pukul 06.45 sudah biasa untukku, bangun pagi dan berangkat lebih
cepat dari teman-temanku kebanyakan. Jarak rumahku ke sekolah sekitar 8 km dan
dapat ditempuh 20 menit dengan menggunakan sepeda motor. Biasanya aku berangkat
pukul 06.20, telat 5 menit saja jalanan sudah macet parah, alhasil aku telat
sampai sekolah. O’iya namaku Afifah Argiyantari, panggil saja Argi.
“Ayah aku berangkat
ya!” teriakku kepada ayah yang sedang berada di kamar mandi.
“Iya, hati-hati!”
jawab ayah singkat.
Sesampainya
disekolah...
“Gi lagu buat senam
untuk pemanasan udah jadi!” ucap Annad.
“Iya nad? Asik! Ok
deh nanti latihankan?” tanyaku.
“Iya, masih banyak
yang harus dikerjakan, inti, pendinginan, gerakan, instrumennya,” jawab Annad
menjelaskan.
“Iya nad, tapi aku
gak bisa sampai sore ya, jam 3 ada les,”
izinku kepada Annad.
“Yaudah gak papa,”
jawab Annad.
Kelasku mendapat
tugas senam dari Pak Nandang untuk nilai UTS mata pelajaran olahraga. Kelompok
senamku beranggotakan aku, Annad, Tika, Tiara, Nikita, Apit, Widi dan Putri.
Jam menunjukan
pukul 14.30. Aku bingung, aku harus berlatih senam untuk nilai UTS, tapi aku
juga harus mengikuti tes di LIA,
kursus bahasa Inggris yang aku ikuti.
“Kalau aku telat
datang, nanti aku disuruh pulang, gak bisa ikut tes, terus nanti aku gak naik
level!” ucapku dalam hati.
Aku harus membagi
waktu di keadaan yang sama pentingnya. Akhirnya jam 14.50 aku izin untuk les
dan meninggalkan latihan hari itu. Sepuluh menit lagi jam 3! Jantungku berdetak
kencang, pikiranku hanya tertuju pada satu tempat...LIA. Aku bergegas ke parkiran sekolah untuk mengambil motor dan
langsung memacu kendaraan dengan kencang.
“Aduhh gemana ini,
udah jam segini, ya Allah semoga gak telat. Aku gak mau ngecewain ibu sama
ayah, masa aku gak naik level cuma gara-gara aku telat!” ucapku panik.
Saat sudah tak jauh
dari tempat kursus, aku melihat seseorang yang mirip dengan guru matematikaku.
“Itu seperti Pak
Khodamad, tapi plat nomornya beda, helmnya juga bukan itu. Daripada salah ya
sudahlah gak usah aku sapa,” celoteh ku.
Akhirnya aku mendahului
orang itu tanpa mempedulikannya. Aku juga menyalip sebuah truk besar yang berada
di depanku. Pikiranku hanya tertuju pada tempat kursusku. Aku terus memacu
kecepatan motor. Tiba-tiba orang itu meng-klakson!
Lalu orang itu mengejarku, saat aku melihat di kaca spion, orang itu menunjuk
tangannya ke arahku sambil berteriak ‘Woi!’.
“Siapa dia?perasaan
tadi aku gak nyenggol motor dia. Apa karena tadi aku menyalip truk dengan
kecepatan yang tinggi?”
Pikiranku ku kalut,
bercampur aduk. Orang itu terus mengikutiku! Aku takut, aku semakin memacu
kecepatan kendaraanku.
“Alhamdulillah
sampai,” ucapku saat memasuki parkiran motor di LIA.
Saat aku sedang
berjalan memasuki LIA, aku melihat
orang itu lagi! Ia sedang memperhatikanku dari seberang jalan dan terus melaju
sampai tak terlihat olehku. Akupun memasuki kelas dan ternyata kelas masih
ramai, guru belum datang dan tes belum dimulai. Sejenak aku menenangkan diriku
yang masih panik. Pikiranku kembali tertuju pada orang itu. Aku langsung
menceritakan kejadian yang baru aku alami ke semua teman yang berada pada kelas
304.
“Siapa dia?Mau apa
ngikutin aku sampai nunjuk-nunjuk dan teriak?” pikirku dalam hati.
Akupun berpikir
untuk menanyakan keberadaan guru matematikaku dengan temanku yang masih di sekolah.
Saat aku mengecek tas, ternyata aku tidak membawa handphone. Akhirnya aku meminta tolong Avif untuk SMS Arga dan Apit yang masih di sekolah.
Avif adalah teman sekelasku di sekolah yang juga teman kelasku di LIA.
“Avif, tolong SMS-in Arga atau Apit dong, tanyain Pak
Khodamad masih ada di sekolah apa enggak?” pintaku.
“Oh iya gi, bentar!”
jawab Avif.
“Oke, makasih!”
balasku dengan senyum.
“Gi, kata Arga dia
udah pulang jadi gak tau Pak Khodamad masih disekolah apa enggak,” ucap Avif
memberi tahu.
“Oh yaudah deh,”
jawabku pasrah sambil terus memikirkan siapa dan mau apa orang itu.
Tiba-tiba seorang
guru yang tak ku kenal masuk, dan tes pun dimulai. Konsenterasiku pecah, aku
terus memikirkan orang itu. Yang aku takutkan dia adalah guruku, sedangkan aku
tidak menyapanya, apalagi tadi aku tidak memakai helm dan memacu kendaraan
dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di rumah
aku langsung mengambil handphone dan SMS Apit untuk menanyakan Pak Khodamad
di sekolah sampai jam berapa. Lalu Apit membalas SMS dariku dengan jawaban yang membuatku lega. Dia bilang Pak
Khodamad masih di sekolah sampai jam 5.
“Alhamdulillah...berarti
orang itu bukan Pak Khodamad. Ya walaupun aku tidak tahu orang itu siapa
setidaknya dia bukan guruku,” ucapku senang.
Dua hari setelah
kejadian itu...
Saat pelajar
matematika berlangsung, Pak Khodamad bercerita bahwa kemarin ia melihat anak
SMP 5 yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan tidak memakai helm.
“Kemarin ada siswi
SMP 5 yang mengendarai motor tanpa aturan, pingin saya bejek-bejek anak itu apalagi saya tahu siapa orangnya. Sudah saya
klakson, sudah saya teriaki tapi tetap dihiraukan, ya saya sih sudah maafin
anak itu walaupun belum minta maaf, Tuhan saja selalu memaafkan kita!” kata Pak
Khodamad.
Blekkkkkkk......jantung
rasanya mau copot!! Berarti orang yang kemarin itu benar Pak Khodamad!!!! Perasaanku
gak karuan, panik, takut, sedih, cemas. Saat itu aku benar-benar sedang
buru-buru sehingga tidak mempeduliakan sekelilingku. Aku benar-benar ingin
menceritakan kejadian yang sebenarnya, aku takut Pak Khodamad salah sangka
kepadaku.
Setelah pelajaran
berakhir...
“Tuh kan benar yang
kemarin itu Pak Khodamad!!!” teriak ku kepada Annad, Fadilah dan Tiara.
“Hayolo Giii....” Tiara
menakut-nakuti.
“Yaudah minta maaf
aja Gi,” saran Fadilah.
“Iya..iya...nanti
temenin aku ya,” ajak ku.
Sepulang sekolah akupun
memberanikan diri untuk menemui Pak Khodamad.
“Aduh Fadil takut
nih...” kataku kepada Fadilah.
“Jangan takut!”
Fadilah menenangkan.
“Pak Khodamad
dimana ya?kok gak ada sih daritadi?” tanyaku heran.
“Tanya guru piket
saja!” usul Fadilah.
“Oh iya bener!”
“Permisi bu..Pak
Khodamad dimana ya bu?kok dari tadi gak ada?” tanyaku kepada salah seorang guru
di ruang piket.
“Pak Khodamad lagi
ke SMPIT Al-Azar HI. Lagi sibuk dan
banyak urusan,” jelas guru itu.
“Oh yasudah,
terimakasih ya bu!” jawabku dengan senyum.
Keesokannya harinya
saat aku ingin meminta maaf, Pak Khodamad sedang tidak ada di sekolah. Akhirnya
aku hanya bisa menyesal atas apa yang sudah terjadi.
Maafkan aku pak,
aku tidak akan mengulanginya lagi. J
No comments:
Post a Comment